DPC APRI Angkat Bicara Terkait Penangkapan Anggotanya, Soroti Ketidaksesuaian Informasi Lokasi Penambangan
Kabupaten Tasikmalaya, (kabardesanews.com) - Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (DPC APRI) Kabupaten Tasikmalaya akhirnya angkat bicara terkait penangkapan dua anggotanya oleh pihak kepolisian yang diduga melakukan aktivitas penambangan tanpa izin di kawasan Karangjaya.
Dalam konferensi pers yang digelar di kantor DPC APRI Kabupaten Tasikmalaya, Ketua DPC APRI, Hendra Bima, menyampaikan bahwa pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berlangsung. Namun demikian, ia menegaskan pentingnya menjunjung asas praduga tak bersalah, mengingat terdapat perbedaan informasi antara pernyataan kepolisian dan kondisi lapangan.
“Pernyataan pihak kepolisian yang menyebutkan bahwa lokasi aktivitas kedua penambang berada di luar WPR, sangat berbeda dengan fakta di lapangan. Lokasi tersebut jelas-jelas berada dalam wilayah WPR yang kami kelola,” ujar Hendra Bima. Sabtu (17/03/2025).
Ia menyatakan bahwa pihaknya akan terus mengawal proses hukum serta memberikan pendampingan hukum kepada anggotanya. Selain itu, ia juga menegaskan komitmen organisasi dalam mendorong agar seluruh penambang rakyat terus berjuang untuk mendapatkan IPR sesuai dengan regulasi yang berlaku.
DPC APRI juga akan terus mendorong percepatan legalitas melalui pengajuan Izin Pertambangan Rakyat (IPR), dan APRI akan terus mendesak pemerintah segera menyelesaikan Regulasi IPR agar bisa di implementasi oleh penambang rakyat, Karena seyogyanya rakyat sudah siap dan sudah sadar pentingnya legaliatas IPR, sayangnya pemerintah sangat lambat merampungkan regulasi IPR, " pungkas Hendra Bima.
Di sisi lain, Pepen Ucu Atila selaku Penyelidik Bumi Ahli Muda dari Cabang Dinas ESDM Wilayah VI Tasikmalaya, menjelaskan bahwa lokasi penambangan emas di Karangjaya memang telah masuk dalam Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) berdasarkan Kepmen ESDM Nomor 96.K Tahun 2022. Bahkan dokumen pengelolaan WPR juga telah disahkan oleh Dirjen Minerba.
Namun, hingga kini belum ada penetapan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) untuk metode tambang dalam, yang menjadi syarat penting untuk pengajuan IPR. Hal ini menyebabkan proses legalisasi kegiatan penambangan rakyat masih tertunda, dan berdampak pada ketidakpastian di kalangan penambang.
“Karena belum ada IPR yang terbit, maka dari sisi hukum kegiatan ini masih dianggap belum berizin, dan tentunya aparat penegak hukum akan bertindak sesuai dengan peraturan yang berlaku,” jelas Pepen.
Meski demikian, pihak DPC APRI kabupaten Tasikmalaya berharap agar proses penetapan NSPK dan legalitas segera dipercepat, sehingga para penambang rakyat bisa bekerja dengan aman dan sesuai hukum, serta memberikan kontribusi positif bagi daerah.
(red)