Minimnya Partisipasi Sekolah dalam Jambore Budaya Sunda, PWRI Sesalkan Fokus Berlebihan pada Study tour
Kota Tasikmalaya, (kabardesanews.com) - Jambore Budaya Sunda, yang bertujuan untuk melestarikan dan mempromosikan kebudayaan lokal, kembali diadakan sebagai upaya memperkuat identitas budaya generasi muda. Namun, kegiatan tersebut ternyata tidak mendapat dukungan penuh dari berbagai sekolah tingkat SMA/SMK dan Madrasah Aliyah (MA). Masih banyak sekolah yang absen dalam acara tersebut, memunculkan dugaan bahwa pelestarian budaya Sunda belum dianggap prioritas oleh sebagian pihak sekolah.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Kota Tasikmalaya Asep Setiadi menyayangkan minimnya partisipasi sekolah dalam kegiatan yang sejatinya dirancang untuk menumbuhkan kecintaan siswa terhadap budaya daerah. Menurutnya, absennya banyak sekolah dalam jambore ini mengindikasikan kurangnya kepedulian terhadap pentingnya pelestarian budaya lokal di tengah arus globalisasi, Rabu (05/02/2025).
“Kegiatan seperti ini tidak hanya sekadar acara seremonial, melainkan sebuah cara efektif untuk menjaga dan mengenalkan budaya kepada generasi muda. Ketika banyak sekolah memilih tidak berpartisipasi, itu menunjukkan bahwa budaya lokal belum menjadi prioritas utama di kalangan institusi pendidikan,” ujar Ketua Asep Setiadi
Lebih lanjut, ia menduga bahwa beberapa sekolah lebih memprioritaskan kegiatan lain seperti studi tour, yang notabene memerlukan biaya besar dari para siswa. Fokus pada kegiatan seperti ini dinilai tidak seimbang, mengingat studi tour seringkali berorientasi pada hiburan tanpa dampak langsung terhadap pembentukan karakter budaya siswa.
“Kami mendengar kabar bahwa beberapa sekolah lebih mementingkan studi tour yang menghabiskan banyak biaya, dibandingkan mengikuti kegiatan budaya yang sebetulnya jauh lebih bermanfaat untuk pendidikan karakter siswa,” tambahnya.
Senada dengan itu, Sekretaris DPC PWRI Kota Tasikmalaya Soni Riswandi juga menyampaikan keprihatinannya. Ia menilai, kebijakan sekolah yang mengutamakan kegiatan wisata dibandingkan pelestarian budaya menunjukkan adanya pergeseran nilai yang seharusnya menjadi perhatian serius. Menurutnya, sekolah memiliki tanggung jawab besar dalam menanamkan nilai-nilai budaya kepada siswa.
“Ketika budaya Sunda mulai tergeser, siapa yang akan melestarikannya jika bukan generasi muda kita? Tapi jika sekolah-sekolah lebih memilih kegiatan yang sifatnya hanya rekreasi, bagaimana kita bisa berharap siswa memiliki rasa cinta terhadap warisan leluhur?, " tegas Soni
Ia menambahkan, Jambore Budaya Sunda bukan sekadar ajang seni, tetapi juga wadah edukasi yang dapat memperkuat karakter siswa. Dalam kegiatan tersebut, siswa tidak hanya diajarkan nilai-nilai budaya melalui seni tari, musik, dan tradisi lisan, tetapi juga ditanamkan rasa solidaritas dan kebanggaan terhadap identitas budaya mereka.
Ketua dan Sekretaris DPC PWRI Kota Tasikmalaya mendesak pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan, untuk memperhatikan isu ini dengan serius. Mereka mengusulkan adanya regulasi yang mewajibkan sekolah-sekolah untuk ikut serta dalam kegiatan budaya seperti Jambore Budaya Sunda. Selain itu, mereka juga menyarankan adanya pengawasan ketat terhadap penggunaan dana pendidikan, agar tidak hanya difokuskan pada kegiatan yang kurang berorientasi pada pendidikan karakter.
“Kami berharap pemerintah lebih mendorong sekolah-sekolah untuk mengalokasikan waktu dan dana untuk kegiatan budaya. Jika perlu, berikan penghargaan kepada sekolah yang aktif dalam pelestarian budaya lokal. Ini adalah investasi jangka panjang untuk generasi mendatang,” pungkas Asep Setiadi
Melalui kritik ini, DPC PWRI Kota Tasikmalaya berharap agar pelestarian budaya Sunda mendapatkan perhatian yang lebih besar dari sekolah-sekolah. Generasi muda adalah penjaga utama warisan budaya, dan kegiatan seperti Jambore Budaya Sunda adalah salah satu langkah konkret untuk memastikan nilai-nilai budaya tidak hilang di tengah kemajuan zaman.
(SN)