Kronologi Dugaan Pemicu Konflik Di Desa Sinar Palembang


Kronologi Dugaan Pemicu Konflik Di Desa Sinar Palembang

LAMPUNG,  (kabardesanews.com)  - Desa Sinar Palembang di Kecamatan Candipuro, Lampung Selatan, sejak pertengahan April 2025 terpercik konflik yang ahirnya berkepanjangan, melibatkan pemerintah desa, pengurus masjid, tokoh masyarakat, hingga Aparat Penegak Hukum (APH).

Kronologi

Awalnya hanya selembar surat. Surat edaran dari Pemerintah Desa Sinar Palembang yang diterbitkan pada Jumat, 11 April 2025 yang isinya memberikan himbauan kepada warga justru menjadi pemantik keresahan. 

Isi Surat Edaran 

Kepada yang terhormat seluruh Warga Desa Sinar Palembang. Diberitahukan kepada seluruh Masyarakat Desa Sinar Palembang Kecamatan Candipuro Kabupaten Lampung Selatan, mengingat banyaknya permintaan bantuan [Infaq, Sodakoh dan lain-lain) untuk keperluan masjid/mushola dan pembangunan lainnya.

1. Pada saat memberikan bantuan, agar kita nya memberi seikhlasnya tidak memberatkan kebutuhan keluarga dan lebih mementingkan kepentingan keluarga (jangan terpaksa).

2. Kepada panitia apapun yang bertugas mengumpulkan (Infaq Sodakoh dan lain-lain) tidak diperkenankan memaksa, menekan serta mengharuskan membayar sejumlah uang/sejumlah
barang (padi).

Apabila ada seseorang yang mengaku penitia apapun meminta bantuan secara memaksa menekan serta mengharuskan yang merupakan Masyarakat agar segera melapor kepada pemerintahan desa (RT, Kadus dan Perangkat Desa lainnya) untuk ditindak lanjuti, semua bentuk permintaan bantuan (Infaq, Sodakoh dan lain-lain)/vang tidak diketahui oleh pemerintahan desa dianggap pungutan liar, diluar tanggung jawab pemerintahan desa.

Kepada yang merasa keberatan jangan memaksa diri memberi (Infaq Sodakoh dan lain-lain) sehingga tidak menjadi masalah keluarga. Demikian atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

Surat itu ternyata menimbulkan tafsir yang beragam dan dianggap menimbulkan polemik oleh sebagian pengurus Masjid Agung Muhajirin.

Malam Klarifikasi yang Gagal

Pada 17 April 2025, Kepala Desa Sinar Palembang, Sukoco diundang ke rumah dinas Camat Candipuro, Sumiyati,S.E.,  untuk memberikan klarifikasi atas isi surat tersebut. Hadir pula Kapolsek, Danramil, staf kecamatan, dan Satpol PP. Usai memberikan penjelasan, sang kepala desa meminta izin menghadiri acara keluarga keesokan harinya.

Tak berhenti di sana, pihak kecamatan juga mengundang pengurus masjid untuk mendengar langsung klarifikasi tersebut. Namun mereka menolak hadir dengan alasan persoalan itu harus diselesaikan di kantor desa. Bu Camat pun akhirnya memenuhi permintaan itu dan mendatangi kantor desa pada hari yang sama.

Di sana, pengurus masjid menolak klarifikasi yang disampaikan camat dan menuntut agar klarifikasi langsung disampaikan oleh kepala desa. Pertemuan resmi pun dijadwalkan pada Senin, 21 April 2025.

Pertemuan yang tak pernah lengkap

Hari Senin tiba. Bertempat di kantor camat, pertemuan itu dirancang mempertemukan kedua pihak. Namun, pengurus masjid kembali absen. Mereka bersikukuh agar penyelesaian tetap dilakukan di kantor desa.

Sore harinya, setelah musyawarah dengan unsur forkompimcam, kepala desa bersedia hadir di kantor desa. Namun lagi-lagi, saat ia tiba, pengurus masjid telah membubarkan diri. Hanya Pak Tendi, takmir masjid yang bisa dihubungi kembali dan hadir sekitar pukul 17.30 WIB. Namun, ia tetap bersikeras klarifikasi harus disampaikan di depan seluruh pengurus.

Upaya mediasi dijadwalkan ulang ke Selasa, 22 April 2025, namun kembali menemui jalan buntu. Undangan yang dikirim Satpol PP ditolak. Bahkan ajakan dari Babinkamtibmas pun ditanggapi dingin. Beberapa pengurus menyatakan bahwa mereka akan membawa persoalan tersebut ke ranah hukum.

Koperasi Merah Putih Jadi Sasaran

Konflik tak hanya berhenti pada surat edaran. Pada 13 Mei 2025, saat Inspektorat melakukan pemeriksaan di desa, sekelompok warga yang sebelumnya mempersoalkan edaran datang secara tiba-tiba dan melaporkan dugaan penyimpangan. Adu argumen keras  dengan saudara Ihwan (Irban) dan tiemnya dari Inspektorat.

Pada 16 Mei 2025, dalam rapat pembentukan Koperasi Merah Putih, program prioritas nasional, kelompok yang sama kembali muncul dengan tiba tiba tanpa di undang dan meminta klarifikasi kepada Ketua BPD dan anggota nya tentang APBDES  yang saat itu mau memimpin pembentukan koperasi merah putih, hingga akhirnya rapat dibatalkan karena dikhawatirkan berujung kericuhan.

Karena program koperasi ini tak bisa tertunda, maka rapat  di lanjutkan pada tanggal 19 Mei. Meski sempat hadir dan dilibatkan dalam musyawarah, beberapa pengurus yang telah ditetapkan dari kelompok nya Ari Tonang dan Slamet Riyadi cs, justru  setelah  di tetepkan dalam rapat saudara Sumpeno terpilih sebagai pengawas.dan saudara Agus Suprayitno sebagai sekretaris pengurus koperasi merah putih, siang harinya  mengundurkan diri tanpa alasan,  Keduanya dikenal sebagai tokoh kelompok tani dan pemegang peran penting dalam distribusi bantuan pertanian.

Pengurus baru kemudian dibentuk, namun undangan terhadap kelompok Ari Tonang dan Slamet Riyadi cs tak direspons. Mereka tak menghadiri rapat pembentukan koperasi lanjutan, yang akhirnya berjalan tanpa kehadiran mereka.

Kepungan, Tuduhan, dan Video di Media Sosial

Puncak konflik terjadi pada 26 Juni 2025, saat Tim Kejaksaan Negeri Kalianda datang ke desa untuk meminta keterangan dari kelompok tani. Kegaduhan kembali terjadi saat kelompok Ari Tonang dan Slamet Riyadi cs menghadang kepala desa, saat mau mengambil berkas yg tertinggal di rumah,  kelompok Aritonang dan Slamet Riyadi cs ( sdr Ratno  ) menutup Pintu masuk ke  kantor desa  memakai dua sepeda motor oleh  agar kepala desa tak bisa keluar.


Kepala desa akhirnya berhasil meninggalkan lokasi usai dibantu Babinsa dan anggota BPD. Namun, kejadian itu direkam dan diunggah ke media sosial, seolah-olah kepala desa "kabur" saat dimintai klarifikasi. Padahal tidak begitu adanya.

Menurut sumber resmi, aksi tersebut sengaja dilakukan untuk mengganggu proses penyelidikan Kejaksaan terkait dugaan penyimpangan distribusi pupuk, RDKK, hingga hibah UEP/UAP dengan potensi kerugian negara mencapai lebih dari satu miliar rupiah.

Konflik yang Belum Usai

Konflik yang bermula dari perbedaan tafsir atas surat edaran kini meluas, kasus -kasus lain turut mencuat menyentuh ranah hukum, sosial, hingga politik lokal. Polarisasi terjadi. Pemerintahan desa kesulitan menjalankan agenda pembangunan.

"Dimohon kepada pihak - pihak terkait agar dapat mengambil langkah - langkah yang tegas. Karena diduga mereka akan selalu mengganggu jalannya roda pemerintahan siapapun pemimpinnya, "kata Kades Sinar Palembang, Sukoco, Jum'at (18/7/2025).

( JUN )

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama