Forum Masyarakat Cigalontang (FORMACI) Soroti Bobroknya BUMDes Cigalontang


Forum Masyarakat Cigalontang (FORMACI) Soroti Bobroknya BUMDes Cigalontang 

Tasikmalaya, (kabardesanews.com)  - Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) lahir sebagai amanat Undang-Undang Desa nomor 6 tahun 2014, yang memberikan ruang bagi desa untuk mengelola potensi ekonominya secara mandiri. Dengan dukungan dana desa yang terus meningkat tiap tahun, BUMDes diharapkan mampu menjadi pusat kegiatan ekonomi masyarakat, membuka lapangan kerja, serta meningkatkan kesejahteraan warga desa. 

Namun, dalam praktik di lapangan, idealisme tersebut kerap tercederai. Banyak BUMDes justru terjebak dalam persoalan serius seperti tidak adanya keterbukaan informasi publik, tidak adanya transparansi anggaran, lemahnya kualitas sumber daya manusia serta praktik penyalahgunaan wewenang oleh pengelola. Masalah-masalah ini menimbulkan dampak domino yang merugikan dan mengikis kepercayaan masyarakat.

Di tengah pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap BUMDes Cigalontang selama 10 jam, di hari yang sama Forum Masyarakat Cigalontang (FORMACI) melakukan Aksi dan Audiensi terhadap pengurus BUMDes Cigalontang hingga dini hari. Rabu (08/10/2025).

Dalam wawancara dengan Yusuf Nugraha selaku Koordinator Forum Masyarakat Cigalontang (FORMACI) mengungkapkan persoalan utama di BUMDes Cigalontang yaitu tidak adanya keterbukaan informasi publik dan transparansi anggaran. Masyarakat berhak tahu berapa modal awal BUMDes, bagaimana dana dikelola, bagaimana aliran kas berjalan, apa saja unit usaha yang dikembangkan, berapa keuntungan yang diperoleh, dan untuk apa dana itu dipakai. Sayangnya, informasi itu tertutup rapat dari direktur dan pengurus BUMDes” ujarnya.

Selain itu, transparansi anggaran disebut sebagai titik krusial. Laporan keuangan tidak dipublikasikan terbuka melalui forum desa atau papan informasi, bahkan laporan semester dan tahunan tidak pernah dilaksanakan. 

Hal ini, menurutnya, membuka ruang terjadinya penyimpangan. Ada dugaan dana penyertaan modal habis tanpa hasil yang jelas, atau unit usaha BUMDes yang didirikan fiktif belaka. Bahkan, ada laporan tentang praktik mark-up pengadaan barang dan jasa, peminjaman kas BUMDes oleh oknum tertentu, hingga keuntungan usaha yang tidak pernah disetorkan kembali ke kas desa.

Persoalan lain yang disorot adalah kualitas sumber daya manusia pengelola. Banyak pengelola BUMDes dipilih bukan karena kompetensi, melainkan karena kedekatan politik atau kompromi kepentingan lainnya. Akibatnya pengelolaan tidak profesional, laporan bisnis amburadul, dan usaha sulit berkembang,” tambahnya.

Indikasi penyalahgunaan wewenang juga muncul. Ada kasus di mana aset BUMDes dipakai untuk kepentingan pribadi atau penyaluran modal hanya menguntungkan kelompok tertentu. Yusuf Nugraha menilai hal ini terjadi karena lemahnya sistem pengawasan.

Menurutnya, kondisi tersebut berdampak langsung pada masyarakat desa. Alih-alih meningkatkan kesejahteraan, yang terjadi sebaliknya masyarakat tidak merasakan manfaat optimal dari dana desa yang seharusnya bisa memutar roda ekonomi lokal,” jelasnya.

Meski demikian, ia menegaskan kritik ini bukan untuk menjatuhkan, melainkan mendorong reformasi tata kelola BUMDes Cigalontang supaya lebih baik lagi ke depannya. 

Ia juga berpesan agar masyarakat tidak takut bersuara. “BUMDes adalah milik bersama, bukan segelintir orang. Kritik justru bentuk cinta terhadap desa agar lembaga ini benar-benar bermanfaat untuk masyarakat Cigalontang,” tutupnya.

( Rahmat )

Post a Comment

أحدث أقدم