"Marak", Dugaan Pemotongan 25% Oleh Pihak Mengaku Pengusung Untuk Sekolah Dasar Yang Mendapat Bantuan Revitalisasi.

Marak, Dugaan Pemotongan 25% Oleh Pihak Yang Mengaku Pengusung Untuk Sekolah Dasar Yang Mendapat Bantuan Revitalisasi.

Kabupaten Tasikmalaya, (kabardesanews.com) — Dugaan praktik pemotongan dana bantuan revitalisasi sekolah dasar (SD) di Kabupaten Tasikmalaya kini menjadi sorotan publik. Sejumlah sumber di lapangan mengungkapkan adanya pemotongan sebesar 25% oleh pihak tertentu yang mengaku sebagai pengusung atau perantara program bantuan revitalisasi dari pemerintah pusat.

Program ini sendiri merupakan bagian dari bantuan revitalisasi satuan pendidikan yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2025 melalui Direktorat Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Menengah (PAUD Dasmen) Kementerian Pendidikan. Bantuan tersebut bertujuan meningkatkan sarana dan prasarana sekolah agar lebih layak dan mendukung proses belajar-mengajar. Namun, di lapangan justru muncul dugaan adanya praktik pungutan liar (pungli) dan penyimpangan dalam pelaksanaannya.

Beberapa kepala sekolah, melalui panitia pembangunan satuan pendidikan (P2SP), mengaku mendapat tekanan untuk menyerahkan sebagian dana bantuan dengan dalih sebagai “biaya komitmen” atau “biaya pengusungan”.

 “Katanya itu bagian dari komitmen karena mereka yang bantu mengawal proposal dari awal sampai turun bantuan. Kalau tidak ikut aturan, katanya bisa berisiko,” ungkap salah seorang kepala sekolah yang enggan disebutkan namanya kepada kabardesanews.com, Sabtu (6/10/2025)".

Selain dugaan adanya pemotongan sebesar 25%, sejumlah sumber juga menyoroti pengadaan material pembangunan yang disebut tidak melibatkan penyedia lokal (CV setempat). Pengadaan tersebut diduga “digiring” oleh pihak tertentu di dinas terkait dengan menunjuk beberapa CV tertentu sebagai pemasok bahan bangunan.

“Ada kesan penggiringan. CV-nya bukan dari daerah, katanya karena alasan spek, garansi, atau kualitas bahan. Tapi seolah ada arahan tertentu agar sekolah hanya beli ke pihak itu,” ujar salah satu anggota P2SP.

Fenomena ini menimbulkan kecurigaan kuat bahwa terdapat indikasi praktik monopoli dan kolusi dalam pelaksanaan program revitalisasi sekolah. Praktik seperti ini jelas bertentangan dengan prinsip transparansi dan keadilan dalam pengelolaan dana bantuan pemerintah.

Sementara itu, sejumlah aktivis pendidikan dan pemerhati kebijakan publik di Tasikmalaya mendesak Inspektorat Daerah dan aparat penegak hukum (APH) untuk turun tangan. Mereka menilai praktik semacam ini bukan hanya merugikan sekolah, tetapi juga merusak niat baik pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan.

“Kalau benar ada pemotongan 25% dan penggiringan pengadaan, ini jelas bentuk penyalahgunaan kewenangan. Dana revitalisasi itu harus sampai utuh ke sekolah, bukan dijadikan ajang mencari keuntungan,” tegas beberapa aktivis pendidikan lokal Iwan TOL, Iskandar Boy dan IDO RK dari Tasik Selatan".

Kasus ini menjadi cermin lemahnya sistem pengawasan dalam penyaluran bantuan pendidikan di daerah. Masyarakat berharap aparat terkait segera mengusut tuntas agar ke depan, program-program pendidikan berjalan lebih bersih, transparan, dan berpihak pada kemajuan sekolah, bukan pada kepentingan segelintir oknum.

(MRW dan Tim)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama